Dulu, aku seakan melayang di udara setiap saat,
Semuanya terlihat berkerlap-kerlip di mataku, penuh dengan variasi warna
Semuanya terlihat berkerlap-kerlip di mataku, penuh dengan variasi warna
Kemudian, aku tidak lagi melihat hamparan seputih kapas, melainkan miniatur bumi dari atas
Untaian pelangi itu pun semakin sering datang dan pergi,
meninggalkanku dalam ketidak pastian
Hingga sekarang, aku justru melihat orang lain berdiri sejajar denganku
Tidak lagi terlihat secuil perbedaan di antara kami
Semua sama, abu-abu tanpa ada corak yang berbeda,
Monoton, ambigu, hampa
Jadi, apa yang telah kau lakukan selama ini hingga warna kehidupanku memudar dan pilar mimpiku lenyap, hanya menyisakan sedikit bekas timbul di benakku?
Apa bagimu, seluruh kenangan yang telah kita lalui itu hanya sebatas serpihan debu semata?
Yang akan dengan cepat menghilang dan segera berpindah tempat seiring dengan angin sepoi yang mengajaknya pergi?
Benar begitu?
Benar ataupun tidak, yang jelas,
Aku, membencimu
Kurasa sekarang aku harus belajar untuk mengeluarkan seuntai tawa hambar, atau setidaknya menyunggingkan seulas senyum palsu,
Meski sesungguhnya saat aku melakukannya, di dalam hati aku menangis hebat karenamu,
Meskipun sesungguhnya saat itu aku tengah bersusah payah untuk menolak perasaann rinduku padamu yang membludak tak terkendali,
Meskipun aku sedang mencoba untuk meredam percampuran rasa yang seakan meletup-letup di dalam dadaku,
Meski hatiku hancur berkeping-keping dan jantungku seakan remuk menjadi serpihan-serpihan halus yang akan dengan mudah diterbangkan angin atau larut bersama derasnya air hujan
Sakit, sakit sekali rasanya
Rasa sakitnya begitu dalam menusuk,
Hingga meninggalkan satu lubang luka menganga yang dalam, yang akan tetap menyisakan bekas meski telah mengering sekalipun
Aku juga akan mencoba menahan diri untuk tidak lagi merindukanmu,
Untuk tidak lagi memikirkanmu,
Mereka ulang segala hal yang pernah dan selalu kita lalui bersama,
Agar luka ini tidak lagi terkoyak,
Agar aku tidak merasakan rasa nyerinya sekali lagi
Sekarang, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?
Bisakah kau mengajariku menjadi bunga dandelion, yang akan dengan mudah diterbangkan oleh angin musim semi lalu berkelana mencari tempat singgah yang baru?
Bisakah kau mengajarkannya padaku, supaya aku juga bisa dengan mudah melupakanmu dan mendapatkan pengganti lain, supaya aku bisa menjadi tegar meski terlihat rapuh di luar?
Bisakah kau menjawab semua baris pertanyaanku itu?
Bodoh.
Sejujurnya, aku bahkan tidak butuh jawabanmu
Aku hanya perlu menghindar dari semua perhatianmu, semua slentingan kecil yang pernah singgah di telingaku, dan yang terpenting, dari sisa rasa sayangmu
Kemudian aku akan menutup mata dan telingaku rapat-rapat,
Berusaha sebisa mungkin mengabaikan segala hal sederhana yang mengusikku,
Yang berhasil menghancurkan asa yang telah kita rajut bersama menjadi jaring mimpi,
Yang terlihat kuat, namun sebenarnya teramat rapuh bahkan saat ujung jariku menyentuh salah satu serat tipisnya sedetik saja,
Padahal hanya sedikit,
Tidak.
Hampir bisa dikatakan setitik
Jadi, apa yang kurasakan sekarang?
Sakit?
Ah, sudah pasti
Kecewa?
Tentu saja.
Sedih?
Kurasa kau tahu sendiri apa jawabannya.
Senang?
*laughing bitterly* Ada. Tetapi hanya sedikit. Sedikit sekali. Dan kurasa, secercah rasa senang itu kini tenggelam karena terlalu kentalnya rasa lain yang mendominasi hatiku.

*laughing bitterly* Ada. Tetapi hanya sedikit. Sedikit sekali. Dan kurasa, secercah rasa senang itu kini tenggelam karena terlalu kentalnya rasa lain yang mendominasi hatiku.

No comments:
Post a Comment